Hukum Tauriyah
Pengertian tauriyah
Tauriyah adalah seseorang mengucapkan suatu kalimat atau perkataan yang bermakna ganda. Perkataan bermakna ganda diniatkan dengan maksud yang benar dan tidak bohong, meskipun ketika kalimat itu ditangkap oleh orang lain, mereka akan memahami makna lain yang berbeda dengan maksud si pembicara.
Contoh tauriyah:
Contoh yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam, sebagaimana dalam riwayat dalam Shahih Bukhari.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan bahwa pada suatu hari, Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam sedang bersama dengan Sarah, istrinya. Beliau datang kepada seorang raja yang zhalim, lalu raja tersebut diberi informasi bahwa akan ada seorang laki-laki bersama seorang wanita yang paling cantik. Sehingga diutuslah seseorang menemui Ibrahim, lalu utusan itu bertanya kepadanya.
Utusan itu bertanya, “Siapakah wanita ini?”
Ibrahim menjawab, “Dia saudaraku.” Lalu Sarah datang, maka Ibrahim pun berkata,
يَا سَارَةُ: لَيْسَ عَلَى وَجْهِ الأَرْضِ مُؤْمِنٌ غَيْرِي وَغَيْرَكِ، وَإِنَّ هَذَا سَأَلَنِي فَأَخْبَرْتُهُ أَنَّكِ أُخْتِي، فَلاَ تُكَذِّبِينِي
“Wahai Sarah, tidak ada di muka bumi ini orang yang beriman selain aku dan dirimu. Orang tadi bertanya kepadaku, aku sampaikan bahwa kamu adalah saudariku. Karena itu, jangan Engkau anggap bahwa aku berbohong.” (HR. Bukhari no. 3358)
Kata “saudara” bisa dimaksudkan dengan “saudara seiman atau seagama”; dan bisa juga dimaksudkan dengan “saudara kandung”. Nabi Ibrahim memaksudkan jawaban beliau sebagai “saudara seiman” (dan ini makna benar, tidak bohong). Meskipun yang dipahami oleh utusan raja adalah “saudara kandung” (dan ini makna yang tidak benar). Dengan kalimat tersebut, Nabi Ibrahim sedang berusaha menghindarkan istrinya, Sarah, dari kezaliman yang akan dilakukan oleh sang raja.
Hukum Tauriyah
Misalnya, seorang pegawai bolos kerja karena malas ke kantor. Keesokan harinya, dia ditanya oleh bosnya ketika sudah masuk kerja kembali, dan menjawab, “Saya sakit.”
si pegawai sedang ber-tauriyah karena yang dia maksud adalah “sakit panu”, penyakit yang seharusnya tidak menghalangi masuk kerja. Ini adalah tauriyah yang haram, karena mengantarkan kepada kebatilan, yaitu tidak adanya amanah.
Contoh, yang dilakukan oleh Ulama, seperti al imam Hammad saat tidak berkenan menerima seseorang bertamu, beliau memegang giginya seraya berkata : “Gigiku, gigiku.”
Si tamu membatalkan niatnya bertamu, ia langsung pulang karena mengira sang imam sedang sakit gigi. Padahal beliau hanya mengatakan gigiku. Maksudnya ini gigiku.
Tinggalkan Komentar